Kutarik selimut sekali lagi, menenggelamkan wajahku pada bantal dan mencoba
menutup mata. Aku rindu suasana tenang dalam pelukan sang pencipta, ketika
rohku terpisah sementara dari ragaku. Aku ingin tertidur. Belakangan ini
waktuku sedikit sekali untuk memanjakan mata, bukan karena aku terlalu sibuk
melainkan mata ini yang terlalu bersemangat untuk menatap semuanya, melihat
satu persatu fakta yang dibeberkan dihadapanku. Semakin aku tau, semakin sulit
rasanya mata ini untuk terpejam.
Hari ini pun sama, tak ada yang berubah dengan indra penglihatanku ini.
Masih sulit terpejam, meski jarum jam
dikamarku telah menunjukan pukul 03.11 wib.
Aku kembali duduk diatas tempat tidurku. Menyandarkan punggung pada tembok
disamping ranjangku. ‘Aku lelah, ingin tidur. Sebentar saja..’ keluhku dalam
hati.
Tidak ada pilihan lain, kembali kunyalakan lampu kamarku dan kuambil buku
yang belum selesai aku baca tadi siang. Berharap buku yang kubaca bisa
mendatangkan rasa kantuk dan kemudian tertidur.
Aha! Aku tertidur, terakhir aku melihat detik jarum jam menunjukan pukul
04.37. Dan sekarang aku merasakan
perlahan tubuhku terasa ringan membubung diudara. Melayang dan lepas. Meski
demikian sayup-sayup aku mendengar suara adzan subuh berkumandang dari Mesjid
sebelah, merdu indah sekali. Sepertinya sang muadzin masih muda dan bertubuh
gagah. Aku menikmati saat-saat jiwaku
tenang seperti ini. Berharap bisa setiap saat melakukannya.
Imaji ku semakin tak terkendali, aku tak mendengar suara apapun kali ini.
Suara jam yang berdetik atau suara hembusan udara yang ditiupkan air conditioner kamarku. Aku
benar-benar hilang.
Jiwaku masih belum sepenuhnya terlelap, aku masih mampu merasakan dan menduga-duga
tentang apa yang akan terjadi kemudian. Di alam bawah sadarku, jiwaku masih
terus mencari tau semuanya. Hingga aku merasa berada di tempat yang berbeda.
Apakah ini namanya mimpi?
Apakah aku benar-benar sudah terlelap tidur?
Dari kejauhan aku melihat bayanganku sendiri bersama sosok pria yang tak
lama kemudian aku sadari, dia adalah pria yang kucintai dalam diamku.
Kurindukan dalam tangisku dan dia adalah nama yang selalu senantiasa hadir
dalam daftar doaku setiap selesai sholat 5 waktu. Aku semakin melihat jelas apa
yang dilakukan sosok ‘aku’ dan ‘dia’. Kebahagiaan meliputi wajah keduanya.
Itukah aku?
Mengapa aku tak bisa merasakan hal yang sama seperti ‘aku’ yang sedang
kulihat?
Apakah ini benar-benar mimpi? Sebenarnya dimana aku berada?
Jiwaku yang semula tenang, kini mencari jalan pulang. Aku ingin menatap
lagi langit-langit kamarku. Merasakan desir angin dari air conditioner kamarku
dan menghentikan semuanya.
Imajenasiku masih bermain nakal di alam bawah sadarku. Sementara jiwaku
menolak permainan ini. Tetapi mulutku tak dapat berkata apapun. Semakin lama, semakin tak kumengerti alur
cerita yang dibuat sel-sel dalam otaku ini.
Tiba-tiba saja.
‘Praaaaaakkkkk! Fionaaaaa…. Sudah jam berapa ini? Telat nanti kamu!!’
Tubuhku terperanjat. Jiwaku dengan serta merta menarik diri dan kembali
memasuki sukma dalam tubuhku. Hingga tak lama kemudian, aku mampu melirik jam
beker dikamarku yang menunjuk pada angka 09.17 wib. Dengan mata setengah
melotot aku menarik diri dari mejaku dan kemudian berlari ke kamar kecil dengan
langkah seribu. Aku terlambat ke kampus, padahal ini adalah kali pertama aku
memasuki kampus baruku.
‘semuanya selesai, dan siap berangkat!’ ucap batinku.
Setelah berpamitan pada wanita tua tercinta yang kucium pipi kiri dan
kanannya setiap hari. Aku melangkahkan kaki menaiki mobil dan diantar supirku
menuju kampus. Diperjalanan aku kembali mempertanyakan kejadian semalam.
‘apa semalam itu namanya mimpi?’ suaraku lirih
‘kenapa non?’ supirku menyela
‘eh..ahm.. gapapa Pak Kus .’ jawabku singkat.
Pak kus melanjutkan perkataanya, ‘semua yang kita anggap mimpi itu bisa
jadi realisasi dari apa yang kita pikirin dari apa yang kita pendam. Tapi
sebaik dan seindah apapun rangkaian cerita dalam mimpi, lebih baik semua yang
ada di alam nyata. Itu menurut buku yang saya baca non, hehe..lumayan nambah
pengetahuan.’ Pak kus tersenyum dibalik kemudi.
Aku meliriknya dari kaca diatas kepalanya. Mungkin benar, selama ini aku
terlalu sibuk merancang mimpiku secara sadar, hingga alam bawah sadarku
terpengaruh dan sulit untuk tertidur dimalam hari.
-30 Oktober 2013-